Selasa, 22 Juni 2010
|
|
|
Rabu, 16 Juni 2010
Bangkalan (GP-Ansor): Tergolong sebagai kiai pembela rakyat yang terbuka dan demokratis, KH M. Kholil AG adalah ulama dan tokoh besar yang pernah dimiliki Madura. Tokoh besar idola masyarakat Madura ini sepatutnya dikenang generasi berikutnya.
Sekelumit kisah kiai besar tersebut terkuak dalam bedah Buku Perjalanan Hidup KH M. Kholil AG: Peran dan Pemikirannya terhadap Madura yang ditulis Moh. Fauzi. Buku itu dibedah Prof Dr M. Mahfud MD dan D. Zawawi Imron, Senin (6/8) kemarin.
Pada kenyataannya, nama besar almarhum KH M. Kholil bukan isapan jempol. Itu terbukti dalam bedah buku, hampir seluruh undangan yang hadir larut dalam haru. Para ulama, tokoh masyarakat, dan kalangan intelektual ikut bedah buku mengakui sosok mantan ketua PC NU Bangkalan dan Bassra itu sebagai pemimpin umat yang dirindukan.
Dua orang tokoh asal Madura, Mahfud MD dan Zawawi Imron yang mengupas perjalanan kepemimpinan Kiai Kholil AG mengakui bahwa dia adalah sosok tauladan. “Sekarang kita banyak kehilangan idola yang uswah tentang sosok pemimpin masa depan. KH Kholil AG adalah contoh sosok pemimpin yang muncul dari bawah dan atas dukungan rakyat” kata Mahfud.
Hal tersebut, menurut dia, sangat penting, karena saat ini banyak muncul pemimpin-pemimpin yang lahir karena transaksi politik. “Yang memakai money politics, mengembalikan modal melalui pemerasan politik pula,” ungkapnya.
Karena itu, kata dia, kalau ingin sebuah kebaikan, masyarakat harus mencari dan mencetak pemimpin berkarakter seperti Kiai Kholil AG. “Pemimpin yang dikenal terbuka terhadap pikiran-pikiran baru dan pola hubungan yang lebih demokratis. Beliau tidak pernah memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi dan bisa memosisikan profesional pada posisi yang tepat,” ulas Mahfud.
Sementara sastrawan dan budayawan Madura, D. Zamawi Imron, menyatakan bahwa sosok Kiai Kholil AG adalah sosok pemimpin yang tak hanya islami dan madurawi. Tetapi juga sosok yang indonesiawi dan manusiawi. “Beliau tidak Madura sentris. Kiai Kholil AG sosok yang tak hanya berpikir tentang Madura, tapi Madura sebagai bagian Indonesia,” ulasnya.
Menurut si “Clurit Emas” ini, buku biografi KH Kholil AG akan menjadi dokumen penting sejarah, tentang seorang pemimpin asal Madura yang namanya menggetarkan se antero nusantara. “Saya masih ingat. Begitu berwibawanya beliau, hingga saya yang ketika itu masih sangat muda tidak berani membuka bibir untuk bicara sebelum diminta berbicara. Beliau seorang sosok yang sangat tegas dan berwibawa,” aku Zawawi.
Kiai Kholil AG, kenangnya, ketika menentang kebijakan pemerintah tentang industralisasi Madura, memilih berada di barisan depan pembela rakyat Madura. “Beliau berkata bahwa jabatan kiai itu adalah jabatan yang diberi oleh rakyat. Bukan jabatan yang dibrikan oleh pemerintah. Jadi, saya harus membela rakyat,” tuturnya.
Kiai Kholil AG juga dikenal dengan slogannya; Bangun Madura, Jangan Membangun di Madura. Jargon yang disuarakan oleh mantan ketua Bassra pada 1990 tersebut, tetap menjadi simbol keinginan kuat masyarakat Madura untuk kemajuan Madura yang bermanfaat bagi rakyat Madura.
“Saya ingat ketika saya yang dulu masih muda diminta Kiai Kholil AG untuk memberikan khotbah Jumat di Masjid Jami’ Bangkalan. Itu menunjukkan bahwa beliau sangat terbuka selalu memberikan kesempatan pada orang lain,” kata Zawawi.
Bedah buku perjalanan hidup KH Kholil AG dihadiri oleh KH Abdullah Schal, keluarga, kerabat, dan sahabat serta santri almarhum KH M. Kholil AG. Saat KH Imam Bukhori Kholil memberikan prakarta akhir, semua undangan larut dalam haru. “Melihat kebesaran KH Kholil AG seperti yang dipaparkan dalam buku ini, saya merasa sangat kecil dan merasa belum berbuat apa-apa. Insya Allah, saya akan meneruskan cita-cita dan perjuangan beliau untuk masyarakat Madura,” tutur Imam yang merupakan putra dari Kiai Kholil AG.
Acara ditutup dengan pembacaan puisi oleh Zawawi Imron yang menambah khidmat dan harunya suasana. Yaitu, puisi berjudul Ibu yang ditulis Zawawi pada 1966. “Semoga di masa datang muncul sosok pemimpin seperti KH Kholil AG,” kata Zawawi.
Pada kenyataannya, nama besar almarhum KH M. Kholil bukan isapan jempol. Itu terbukti dalam bedah buku, hampir seluruh undangan yang hadir larut dalam haru. Para ulama, tokoh masyarakat, dan kalangan intelektual ikut bedah buku mengakui sosok mantan ketua PC NU Bangkalan dan Bassra itu sebagai pemimpin umat yang dirindukan.
Dua orang tokoh asal Madura, Mahfud MD dan Zawawi Imron yang mengupas perjalanan kepemimpinan Kiai Kholil AG mengakui bahwa dia adalah sosok tauladan. “Sekarang kita banyak kehilangan idola yang uswah tentang sosok pemimpin masa depan. KH Kholil AG adalah contoh sosok pemimpin yang muncul dari bawah dan atas dukungan rakyat” kata Mahfud.
Hal tersebut, menurut dia, sangat penting, karena saat ini banyak muncul pemimpin-pemimpin yang lahir karena transaksi politik. “Yang memakai money politics, mengembalikan modal melalui pemerasan politik pula,” ungkapnya.
Karena itu, kata dia, kalau ingin sebuah kebaikan, masyarakat harus mencari dan mencetak pemimpin berkarakter seperti Kiai Kholil AG. “Pemimpin yang dikenal terbuka terhadap pikiran-pikiran baru dan pola hubungan yang lebih demokratis. Beliau tidak pernah memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi dan bisa memosisikan profesional pada posisi yang tepat,” ulas Mahfud.
Sementara sastrawan dan budayawan Madura, D. Zamawi Imron, menyatakan bahwa sosok Kiai Kholil AG adalah sosok pemimpin yang tak hanya islami dan madurawi. Tetapi juga sosok yang indonesiawi dan manusiawi. “Beliau tidak Madura sentris. Kiai Kholil AG sosok yang tak hanya berpikir tentang Madura, tapi Madura sebagai bagian Indonesia,” ulasnya.
Menurut si “Clurit Emas” ini, buku biografi KH Kholil AG akan menjadi dokumen penting sejarah, tentang seorang pemimpin asal Madura yang namanya menggetarkan se antero nusantara. “Saya masih ingat. Begitu berwibawanya beliau, hingga saya yang ketika itu masih sangat muda tidak berani membuka bibir untuk bicara sebelum diminta berbicara. Beliau seorang sosok yang sangat tegas dan berwibawa,” aku Zawawi.
Kiai Kholil AG, kenangnya, ketika menentang kebijakan pemerintah tentang industralisasi Madura, memilih berada di barisan depan pembela rakyat Madura. “Beliau berkata bahwa jabatan kiai itu adalah jabatan yang diberi oleh rakyat. Bukan jabatan yang dibrikan oleh pemerintah. Jadi, saya harus membela rakyat,” tuturnya.
Kiai Kholil AG juga dikenal dengan slogannya; Bangun Madura, Jangan Membangun di Madura. Jargon yang disuarakan oleh mantan ketua Bassra pada 1990 tersebut, tetap menjadi simbol keinginan kuat masyarakat Madura untuk kemajuan Madura yang bermanfaat bagi rakyat Madura.
“Saya ingat ketika saya yang dulu masih muda diminta Kiai Kholil AG untuk memberikan khotbah Jumat di Masjid Jami’ Bangkalan. Itu menunjukkan bahwa beliau sangat terbuka selalu memberikan kesempatan pada orang lain,” kata Zawawi.
Bedah buku perjalanan hidup KH Kholil AG dihadiri oleh KH Abdullah Schal, keluarga, kerabat, dan sahabat serta santri almarhum KH M. Kholil AG. Saat KH Imam Bukhori Kholil memberikan prakarta akhir, semua undangan larut dalam haru. “Melihat kebesaran KH Kholil AG seperti yang dipaparkan dalam buku ini, saya merasa sangat kecil dan merasa belum berbuat apa-apa. Insya Allah, saya akan meneruskan cita-cita dan perjuangan beliau untuk masyarakat Madura,” tutur Imam yang merupakan putra dari Kiai Kholil AG.
Acara ditutup dengan pembacaan puisi oleh Zawawi Imron yang menambah khidmat dan harunya suasana. Yaitu, puisi berjudul Ibu yang ditulis Zawawi pada 1966. “Semoga di masa datang muncul sosok pemimpin seperti KH Kholil AG,” kata Zawawi.
|
Langganan:
Postingan (Atom)